Postingan

"Mengapa Logam Mulia dalam Perut Bumi Uyelewun, haram untuk ditambang..?". Berikut, sebuah catatan reflektif..!!!

Gambar
MENGERUK EMAS ATAU LOGAM MULIA DITANAH KEDANG, "SAMA HALNYA MEMPERKOSA MARTABAT SEORANG IBU”         (Catatan Pinggir Aktivis Kampung)                    Oleh: Emanuel Ubuq Sejarah panjang pergerakan masyarakat adat Kedang di tahun 2007 hingga 2011, berangsur pupus dari ingatan.  Cerita tentang gerakan perlawanan masyarakat adat atas rencana Industri Tambang Lembata,  telah menjadi isu basi. Generasi milenial menyebutnya cerita jadul (jaman dulu). Namun penulis coba mengungkit kembali cerita ini, meskipun tidak sempurna. Penulis terpanggil untuk menceritakan seputar pergerakan kala itu. Semoga dapat membuat cerah cara pandang semua orang yang masih meyakini tentang adat-istiadat atau Kepercayaan Edang Wela dalam hubungan manusia dengan alam dan Kemuliaan Emas dalam perut bumi Edang.  Penulis sekaligus pelaku pergerakan, mencoba menyimpulkan sekian banyak catatan perjalanan perjuangan selama masa pergerakan menolak rencana investasi tambang di Lembata.  Itu adalah prose

Pemda Lembata perlu tau..! Bahwa pesona pantai Paheng Wa' itu, bukan Surga. Sudah rahasia umum, kalau area dan hamparan sekitar menyimpan banyak potensi konflik.

Gambar
                         Polemik      Wisata Paheng Wa', Desa Tobotani     "Berikut Pernyataan Pemilik Lahan"                        Lambert Lado Dalam rangka mendorong iklim pariwisata di Lembata, mulai nampak antusias Pemerintah Kabupaten Lembata, dengan melakukan kunjungan-kunjungan ke area-area potensi wisata. Salah satunya area pantai Paheng Wa', Desa Tobotani, Kecamatan Buyasuri.  Pada awalnya area potensial dengan pantai yang indah, dan digadang-gadang memiliki pemandangan bawah laut yang cukup menarik, telahpun menjadi polemik semenjak era mantan Bupati Yance Sunur almahrum.  Fenomena pengklaiman hak milik lahan warga sekitar sudah menjadi rahasia umum. Namun Pemerintah Lembata kala itu, tetap saja tutup mata atas kondisi tersebut.  Ketika ditemui oleh penulis, salah seorang pemilik lahan yang akrab dipanggil bapak Lado, menyampaikan komentar atas rencana tersebut. Beliau merasa tertindas sebagai pewaris lahan nenek moyangnya, lantaran karena renca

#Menghitungharipolitikkampungku#

Gambar
                 Kicau di tepian asa            (Elegi politisi sendal jepit)                          Eman ubuQ ................................................ Dari atas gunung yang kering tandus. Di tepian tanjung dan tebing bebatuan. Nyaris tak terbaca lagi, kisah-kisah indah kita.  Terukir di wadas dan kulit pohon Palawan.  Tergores di dada gurun kerontang. Puing-puing waktu yang tersisa.  Menanti kehampaan berikut dan berikutnya.  Kaki ku melangkah goyah.  Semakin lamban dihambat temali onak rerumputan.  Ku coba mengangkat wajah ke langit. Derik rancuh limbah ulat bulu, berhamburan menimpa dedaunan.  Sesekali jemariku refleks merambah punggung dan kaki ku.  Rasa gatal melanda seketika. "Ahh..dasar, ulat bulu!" Hatiku menggerutu.  Dedaunan meratap pasrah. Urat seratnya ludes dimamah. Rakusnya ulat buluh.  Hama predator lunak yang mengerikan.  Melumat buas hijau semak dan hutanku. Seketika alam nyaris luluh lantak.   Kerap juga aku meringis. Betis

Senandung Senja kelabu #7/11/22#

Gambar
                   Perindu Gerhana                        di tepian Lara              (Memory; Senin/7/Nov/'22) Renyai senja berisik Jengkrik meratap sepi Lembayung sirna perlahan Wadas-wadas bisu, diam membeku Di tepian bukit batu Belokan jalan sepi Semilir angin berbisik Senja yang kelabu Puing-puing belukar berubah rupa Lalang dan rumput tersisa akar Tumbuh pucuk dan kecambah Di simbah renyai penghujung kemarau Alunan ombak menerpa tebing itu Derai gemerisik nya mencium pantai Dan... Engkau tertidur pulas Tenggelam dalam mimpi abadi Tebing merenung kaku Serangga rawa merajam perih Tanjung membentang diam Semerbak rerumputan menyapa Tunggul-tunggul menatap pasrah Arang-arang yang tertinggal Kemarin kemarau membakar Renyai senja terlambat tiba Rintik hujan senja  Sejuk dan damai Lara membentang sunyi Terukir di tepian asa Lambaian ilalang basah Lara menatap mendung  Diselimuti kabut nan kelam Renyai duka awal November Pergi mu tanpa kata Wajah lugu menatap purnama Gerh

#HIDUP DAMAI DI BAWAH BADAI# Ritual Homa' tawan Walu mean(sebuah doktrin keyakinan lama Edang Wela)

Gambar
Doktrin Keyakinan lama Edang Wela, sering dianggap mitos oleh kalangan yang tidak meyakininya. Ianya memilki keunikan yang sulit dicerna dengan akal manusia.  Meski demikian, doktrin-doktrin ini, masih ditaati oleh sebagian besar anak cucu Uyo lewun,  yang mendiami tanah adat Uyelewun, Kedang.  Salah satu faktanya adalah,  ritual tahunan yang lazim digelar oleh masyarakat kampung Walang lama loman, desa Tubungwalang, Kec. Buyasuri.  Bentuk ritual ini merupakan satu diantara sekian banyak doktrin keyakinan lama, terkait hubungan manusia dengan alam. Tradisi ritual  Homa' tawan walu mean,   adalah upacara rutin tahunan menjelang musim tanam. Ritual ini, bermaksud memohon belaskasihan dari penjaga alam, untuk mengampuni dan menjauhkan manusia dan tanaman pertanian dari bencana angin badai.  Asal tau saja, kalau sebagian wilayah Kedang merupakan wilayah laluan angin badai setiap musim hujan.  Bencana kerusakan dan gagal panen, menjadi pengalaman wajib tahunan bagi masyaraka

Perdebatan tentang Syair dan maknanya, membuka minda dan naluri analisisku. (😴menulis apa yang tidak tertulis😴)

Gambar
Yang pas mana ya..? Uyelewun Kayaq tene/Uyelewun kaya' te'e ne..? "Ah..semua kita satu dan sama" Gunung Uyelewun terletak di bagian timur pulau Lembata.  Menurut tutur-temutur warisan turun temurun, nama gunung ini, disematkan untuk mengabadikan nama leluhur Uyo Lewun, yang diyakini menurunkan etnis asli Kedang(Edang), yang mendiami tanah adat Uyelewun(Kec. Omesuri dan Buyasuri). Sebagaimana masyarakat adat lainnya, etnis Kedang memiliki beragam kearifan budaya dan tatanan adat komunitasnya. Adapun kearifan-kearifan itu, sangat banyak ditemukan dalam tutur-tutur lama yang tetap dituturkan dari generasi terdahulu hingga sekarang.  Hakekatnya budaya Kedang menganut pola budaya tutur/lisan(tidak tertulis).  Demi mempertahankan eksistensi pemaknaan dan arti dari istilah, peribahasa asli, dan sebutan-sebutan khas lainnya, perlu digali lebih pada beberapa perbendaharaan kata dan istilah yang sifatnya umum. Hal ini menjadi penting, karena ada banyak istilah atau

Ritual Kerahmatan dan Pembebasan( Ong Bahe atau Ong Keu Wile do') Keyakinan Lama Edang Wela...

Gambar
Keyakinan Lama Kedang atau lazim disebut Edang Wela, adalah sebuah Keyakinan Lama yang masih ada dalam praktek hidup kebanyakan etnis Kedang(Edang) hingga hari ini.   Sebagaimana keyakinan Lama lainnya, Keyakinan Edang Wela menganut kepercayaan akan kekuatan alam yang maha besar, yakni matahari dan bulan( Wula loyo) dan kemurahan hidup yang di atas bumi yakni Ero awu'.  Dalam sebutan lazim, sebagaimana ditemukan dalam ritus dan ritualnya, disebut sebagai Wula loyo ero awu', Uhe ara niku niwang. Dalam praktek kehidupan berkomunitas, Keyakinan Lama ini, mengajarkan segala tata etika, aturan hidup, kekeramatan pada alam sekitar dan ritual-ritual kepercayaannya.  Adapun ritual yang paling besar dan agung dari semua ritualnya, disebut Ong bahe.  Ritual ini dapat dilakukan oleh setiap rumpun keturunan yang memiliki pusat ritual atau Leu Tuan. Ritual ini dilakukan karena beberapa maksud atau sebab. Antara lain; Perdamaian atau penghapusan hutang darah, antara saidara atau