#HIDUP DAMAI DI BAWAH BADAI# Ritual Homa' tawan Walu mean(sebuah doktrin keyakinan lama Edang Wela)

Doktrin Keyakinan lama Edang Wela, sering dianggap mitos oleh kalangan yang tidak meyakininya. Ianya memilki keunikan yang sulit dicerna dengan akal manusia.  Meski demikian, doktrin-doktrin ini, masih ditaati oleh sebagian besar anak cucu Uyo lewun,  yang mendiami tanah adat Uyelewun, Kedang.  Salah satu faktanya adalah,  ritual tahunan yang lazim digelar oleh masyarakat kampung Walang lama loman, desa Tubungwalang, Kec. Buyasuri.  Bentuk ritual ini merupakan satu diantara sekian banyak doktrin keyakinan lama, terkait hubungan manusia dengan alam. Tradisi ritual Homa' tawan walu mean,  adalah upacara rutin tahunan menjelang musim tanam. Ritual ini, bermaksud memohon belaskasihan dari penjaga alam, untuk mengampuni dan menjauhkan manusia dan tanaman pertanian dari bencana angin badai.  Asal tau saja, kalau sebagian wilayah Kedang merupakan wilayah laluan angin badai setiap musim hujan.  Bencana kerusakan dan gagal panen, menjadi pengalaman wajib tahunan bagi masyarakat adat Kedang.  Fenomena alam yang dasyat ini, sudah dianggap hal biasa.  Kampung dan kebun yang tertimpa bencana dasyat/tidak seperti biasanya,  diyakini sebagai bukti kemurkaan alam atas tingkah laku manusia yang merusak atau tidak ramah alam.  Demikian penggalan hukum Keyakinan lama mengajarkan " Tiu ka wara' nawang, nuren pa' maren bea(akan datang bencana angin badai dan hama penyakit) bagi manusia yang tidak ramah pada alam dan melanggar pantang larangnya.

* Leu Walang lama loman
 Kampung adat ini berada dalam administrasi desa Tubung walang, Kecamatan Buyasiri.  Dihuni oleh beberapa rumpun(suku) antara lain, suku Tawang naya, Buya naya, Lelang une' dan Ulo bela.   Kampung Walang Lama loman, desa Tubung walang, pada awal mula sejarahnya, merupakan pecahan dari Kampung adat Walang lama loman(Leu Walang) desa Walang sawa, Kecamatan Omesuri.  Kedua leluhurnya bersaudara yang kemudian memilih untuk berpisah.  Namun uniknya, kedua saudara ini tetap menggunakan identidas kampung yang sama(Walang lama loman).  Struktur kewenangan adat di kampung ini, tetap mengakui Pemangku adat(Leu nimon) berdasarkan hak kesulungan secara turun-temurun.  Dengan pembagian hak dan kewenangan sebagai pemangku adat(Leu nimon) dipangku oleh suku Ulo bela, sementara suku Lelang Une' memangku tugas sebagai Molan.  Suku ini, bertugas membawakan permohonan pengampunan dan keselamatan( ong Nobung) apabila kampung/alam sedang dilanda bencana badai(wara' mato bute) dan urusan ritual lainnya. Setiap suku yang lainpun mengemban tugasnya masing-masing, sesuai wasiat adat yang diturunkan. Yang unik dari komunitas adat ini adalah adanya peng-sakral-an sebuah situs yang diyakini sebagai tempat tinggal para Penjaga alam(Mi'er renga re'en derung/ ote la'i.) 

* Situs Mara/ Mara oro
Situs keramat ini terletak tidak jauh dari area Leu Tuan(Kampung Leluhur), tidak berapa jauh dari puncak gunung Uyelewun.
Situs yang masih sangat keramat ini, tidak ada yang unik secara kasat mata.  Area yang tak seberapa luas itu, dipenuhi dengan semak belukar dan hutan bambu. Memilki tapal-tapal batasnya dan sangat diharamkan untuk membawa benda jenis besi ke dalam area ini.  Setiap orang bisa masuk namun harus dengan tangan kosong untuk mematahkan ranting atau apapun kegiatan di dalamnya.  Karena larangan yang sangat keras itu, area Mara oro, nampak utuh dan lestari dengan kondisi hutan kecil yang menyeramkan. Konsekwensi dari pelanggaran pantang larang ini, akan beresiko dilanda angin badai yang dasyat/tidak seperti biasanya.  Badai dasyat yang mengorbankan tanaman dan keselamatan warga ini kerap disebut Wara' mato bute( Badai yang mem-babi buta).  Peng-sakral-an situs dengan keyakinan konsekwensi angin badai ini pun, masih lestari di beberapa kampung lainnya di Kedang.  Ritual Homa' tawan walu mean, dipandang sebagai ritual awal sebelum musim hujan dan badai.  Para Penjaga alam, diberi kompensasi perdamaian dengan manusia dengan mempersembahkan bagian/jatah dari semua benih yang hendak ditanam ketika musim tanam tiba.

* Hidup damai di bawah badai.
Keyakinan lama Edang Wela, mengajarkan manusia untuk hidup ramah alam.  Penjaga alam(Mi'er renga re'en derung) akan murka jika manusia melanggar pantang larang pada area yang disakralkan(E'a puting air maren).  Terdapat sekian tata etika hidup yang hukumnya wajib ditaati oleh manusia, jika menghendaki kehidupan yang damai dan selamat dunia akhirat. Beramal bahti dan saling menghargai menjadi wajib antar sesama manusia. Terutama hukum hakamnya tentang kemuliaan sebuah kekerabatan(Ine ame binen ma'ing, we'en lain meker eho', ebe nerung are' nore'). Demikian juga dalam hubungan dengan alam sekitar(Duli uhe pali ara.)  Selain faktor ketaatan pada pantang larang di area yang dikeramatkan, manusia juga dituntut untuk memuliakan tanah tempat hidupnya.  Keyakinan lama Kedang mengajarkan tradisi cocok tanam dengan syarat dan ritualnya. Demikian pula ketentuan membuka kebun baru atau merambah hutan sebagai calon kebun.  Dan dilarang untuk tidak melakukan aib dan cela di area lahan hidupnya(Kara luta uhe.) Semuanya memilki ketentuan dan syarat ritual khusus.  Sudah tentu, ketentuan-ketentuan itu, akan mendatangkan konsekwensi jika tidak diindahkan.
Sebagian wilayah di Kedang adalah jalur laluan angin badai di musim hujan.  Meski demikian orang Kedang tetap damai hidup di bawah badai. Pengalaman ancaman bencana rutin ini sudah menjadi bagian dari hidup sebagian besar masyarakat Kedang.  "Angin badai memang rutin melanda setiap musim hujan, namun tidak sampai menghancurkan atau mencelakakan",  demikianlah kesaksian komunitas Walang lama loman.  Komunitas ini menggelar ritual dan akan melakukan langkah-langkah darurat lainnya untuk memohon pengampunan dalam keadaan darurat badai.  Mereka sangat meyakini bahwa manusia bisa hidup tenang dan damai jika tidak mengganggu atau merusak wilayah para penjaga alam(baca: situs Mara oro).  Inilah satu-satunya jalan jika hendak 'hidup damai dibawah badai".
* Nilai luhur warisan lama
Keyakinan lama yang wariskan ini cenderung punah, akibat pergeseran pola pikir dan pola hidup manusia.  Di zaman modern ini, manusia Kedang turut tergerus identitasnya karena tidak lagi mentaati keyakinan leluhurnya.  Begitu kaya nilainya untuk kelestarian alam dan keutuhan ciptaan Tuhan.  Mungkinkah nilai-nilai luhur ini dapat diinternalisasikan seiring kemajuan peradaban hari ini. Adalah hal yang mustahil, jika turunan Kedang hari ini diajak untuk kembali menganut Keyakinan lama Edang Wela sebagai agama atau kepercayaannya.   Namun adalah "mungkin" jika kita menghargai dan turut mengakui kekeramatan, berikut memelihara keberlanjutan harta intelektual nenek moyang kita.  Ianya memiliki dampak pada keberlanjutan alam kehidupan yang dipinjamkan oleh anak cucu kepada generasi hari ini.  

* Alam Maha pemurah.
Berikut beberapa catatan hukum dan pantang larang keyakinan Lama Edang Wela, antara lain ;
1. Kara Luta uhe( jangan menodai bumi atau lahan hidupmu/Uhe ara niku niwang)
2. Kara run ketang koba' waer( jangan merambah hutan semena-mena)
3. Kara Kuru luta keba depi( jangan mengandalkan kuasa kegelapan/ membunuh dengan kekuatan jahat)
4. Kara ebel reti adung mama( jangan rakus dan loba)
5. Kara puer kolo' loko lowi'(jangan putar balik fakta)
6. Kara tipu daya pade akal( jangan menipu)
7. Kara awe nunu peke ele( jangan bertengkar/sengketa)
8. Kara kati edu be' rahi'( jangan melecehkan wanita)
9. Kara hika bete hari' pate( jangan membunuh)
10. Kara ron tohon dota obang( jangan mendoakan kehancuran bagi sesama)
...dan banyak lagi hukum dan larangannya yang tidak cukup ditulis dalam ruangan ini.

Konsekwensi kongkrit dari pelanggaran atau dosa-dosa pun, sudah ditetapkan oleh keyakinan lama ini, sesuai jenis pelanggaran atau kesalahannya.  Sebagaimana dihayati oleh sebagian komunitas Kedang hari ini, ada kondisi tertentu yang  dialami oleh manusia akibat dari ulahnya sendiri.   Karena tidak taat dalam hidup berkomunitas dan tidak ramah pada alam kehidupannya.  Misalkan saja, seseorang yang diterkam buaya, dihayati sebagai pembalasan karena ada kesalahan atau dosa pada sesama atau alam dengan kategori berat. Dosa-dosa berat ini, lazim dirahasiakan.  Maka pengadilan alam akan menghakiminya.  Demikian pula ditimpa malapetaka sakit penyakit.  Terdapat sekian banyak tulah dalam bentuk penyakit yang bisa menghukum manusia jika melakukan kesalahan tertentu.  Untuk mendeteksi jenis dan rupa dosa sesuai konsekwensi yang dialami, Keyakinan Lama Edang Wela, menurunkan wahyu dan karunia pada orang-orang pilihan yang disebut Molan rian aman pali(Molan.)  Molan dalam Keyakinan Lama Edang Wela, adalah sosok yang paling menguasai tata etika dalam doktrin keyakinan ini. Molan bisa berfungsi sebagai tabib sekaligus penyelesai perdamaian antara manusia dan sesama dan juga dengan alam dan segala Kekuatan sakralnya.

...... edisi akhir 28 oktober 2022...
..............sebuah Nukilan usang.....
.................Eman UbuQ.....


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Senjayangberlari#

...DPRD Lembata, pesiar-pesiar menjelang akhir masa jabatan....