Postingan

Perdebatan tentang Syair dan maknanya, membuka minda dan naluri analisisku. (😴menulis apa yang tidak tertulis😴)

Gambar
Yang pas mana ya..? Uyelewun Kayaq tene/Uyelewun kaya' te'e ne..? "Ah..semua kita satu dan sama" Gunung Uyelewun terletak di bagian timur pulau Lembata.  Menurut tutur-temutur warisan turun temurun, nama gunung ini, disematkan untuk mengabadikan nama leluhur Uyo Lewun, yang diyakini menurunkan etnis asli Kedang(Edang), yang mendiami tanah adat Uyelewun(Kec. Omesuri dan Buyasuri). Sebagaimana masyarakat adat lainnya, etnis Kedang memiliki beragam kearifan budaya dan tatanan adat komunitasnya. Adapun kearifan-kearifan itu, sangat banyak ditemukan dalam tutur-tutur lama yang tetap dituturkan dari generasi terdahulu hingga sekarang.  Hakekatnya budaya Kedang menganut pola budaya tutur/lisan(tidak tertulis).  Demi mempertahankan eksistensi pemaknaan dan arti dari istilah, peribahasa asli, dan sebutan-sebutan khas lainnya, perlu digali lebih pada beberapa perbendaharaan kata dan istilah yang sifatnya umum. Hal ini menjadi penting, karena ada banyak istilah atau

Ritual Kerahmatan dan Pembebasan( Ong Bahe atau Ong Keu Wile do') Keyakinan Lama Edang Wela...

Gambar
Keyakinan Lama Kedang atau lazim disebut Edang Wela, adalah sebuah Keyakinan Lama yang masih ada dalam praktek hidup kebanyakan etnis Kedang(Edang) hingga hari ini.   Sebagaimana keyakinan Lama lainnya, Keyakinan Edang Wela menganut kepercayaan akan kekuatan alam yang maha besar, yakni matahari dan bulan( Wula loyo) dan kemurahan hidup yang di atas bumi yakni Ero awu'.  Dalam sebutan lazim, sebagaimana ditemukan dalam ritus dan ritualnya, disebut sebagai Wula loyo ero awu', Uhe ara niku niwang. Dalam praktek kehidupan berkomunitas, Keyakinan Lama ini, mengajarkan segala tata etika, aturan hidup, kekeramatan pada alam sekitar dan ritual-ritual kepercayaannya.  Adapun ritual yang paling besar dan agung dari semua ritualnya, disebut Ong bahe.  Ritual ini dapat dilakukan oleh setiap rumpun keturunan yang memiliki pusat ritual atau Leu Tuan. Ritual ini dilakukan karena beberapa maksud atau sebab. Antara lain; Perdamaian atau penghapusan hutang darah, antara saidara atau

Puisi Yang Kerontang

Gambar
Kerikil tajam di jalanan kota Buah-buah hari berduri Ombak yang mencemooh ku Puisi-puisi kerontang           Bersua di tepian dermaga           Retak jiwa, rapuh jasad nya           Serapuh dermaga tua kota ku           Puisi-puisi yang kerontang Ibarat dalam samudra Jauh di arung dan palungan  Siapa yang dapat menduga asa nya Puisi-puisi yang kerontang           Berlapis-lapis hari ia lewati           Berlaksa-laksa waktu ia jalani           Siapa yang dapat menjawab cita nya           Puisi-puisi yang kerontang Malam nya bersama laut dan rerumputan Senjanya bergulat terik dan cacian Siang nya bertarung perut keroncongan Dan..puisi-puisi yang kerontang           Kemanakah sirna nya           Nurani embun pagi..?           Yang dahulunya ramah...           Kini membakar hati... Puisi-puisi yang kerontang Menanti sajak dari pujangga pagi Ahhh... Biarlah mengalir rasa Karena nafas ini Milik Nya             Kiranya bahtera duka berlabuh             Menambat kaki-kaki kerdil in

"Hobel wati'(bersambung)....IDEN TEBAN TODE WE', MAWA' MAN PAN POLUNG.....(Waya' nore Remang se'e sita sayang)

" Eaaa, oti pa' ura' ka aten hara' mo nore are' Biar wala o..?  Tualahar Ledo Ukel, mete mame ne' ue mal. Nuo doto' kanehing, denger ne' ana' Remang loeng ne'e laleng kelen.  "Pa' kua i amo. Ewin dei wul lala wei rian bahe, sue' ke lering sape bungbuto, bongan ne'e ine ame",   Remang mete ne parhati' edu nia' nobe' ne' ame ne' ning mato. Ne'i nuan de' ne. Rama'-rama' edu waya' me tapang ote ning mato moan ude' sue de' ne.  Remang no' abe mete ria, tubun mete baran ne.  Bele ape ude', loyo no' eha' ne' ame oha' namo ne' rama'-rama' ne.   Ea pa' tualahar no' di mete ne pahang tele ne' ana' remang me, oha' ana' utun wati' ne. Loyo eyeng laleng. Angin woho moleng-moleng. Tebe' iden be Paheng Wa' lolo', Waya' kelen hulu'-hulu'.  Oha' lela wati',  Remang ne' ine ame suo adan dahang re

KASAK KUSUK SENJA

Gambar
Daun- daun rerumputan berlumuran liur dan limbah.  Ulat-ulat buluh rakus, beringas.  Mulutnya tak pernah diam, sepanjang hari dan sepanjang malam.  Suasana pagi di ladang- ladang, tergambar kaku dan pasrah.  Alam kecil itu, hancur lebur sekelip mata. Dedaunan tersisa tulang belulang.  Hijaunya raib oleh ketamakan hama dan predator.  Ahhh.. Mengapa mereka harus datang..? Dari manakah asal mereka. Sekedip mata saja alam hancur tak berdaya.  Langkah kaki ku, merambah semak di pinggir kali mati, yang memanjang di pinggir ladang.  Sesekali aku meringis. Betis dan telapak menoreh darah.  Duri onak liar mengganas. Ahhh.. Hutanku tak ramah lagi.... Sesekali jemari refleks bergerak.  Punggung dan tengkuk di simbah racun-ulat buluh. Gatallll.... Sungguh gatal. Rona dan bintik merah, terbentuk seantero punggungku..aku kalah.  Kaki ku beranjak mundur.  Menghindari bencana di depan mata. Ahhh..cerita dari ladang.. Tak seindah dulu. Terik yang menghantarku pulang ke gubuk. Be

LIKA-LIKU SENJA

Gambar
Lambaian awan jingga bergulung pasrah. Langit- yang membisu. Cebisan senja tlah purna. Bias-bias duka sirna perlahan. Pergi bersama senja-ku. Di sini, di tepian asa.   Buih-buih rindu yang lunglai. Sebentar nampak menari-nari.  Bersama ombak angin selatan. Dan, tinggal sekerat wadas. Diterpa, dirajam, di tepian asa.  Ahhh.. Kalung-kalung sabda sang Maha Wejangan meng-ngiang kuping ku lesu. Jauh selayang pandang. Nelayan bergulat pasrah.  Kais kehidupan kian jauh.  Ke laut yang dalam.  Bertarung, antara niat dan gelombang. Kelumit hidup tersadai,  di tepian asa.  Rona-rona alam meringis.  Rerumputan tunduk pasrah.  Hanya belalang dan kecoak, yang sesekali beringas lemah. Bumi sedang menuliskan. Betapa Sodom menjelma. Gomora terbit lagi. Meski dalam kemasan berkilauan. Manusia memang pelupa. Lupa akan Kasih Sang Maha.  Jamahan Nya di sangkal.  Dan... Cecak Jurasik memamah ganas. Cacing dan anai terp

"Yaa, saya terinspirasi merangkul orang muda, karena saya sadar, saya pernah jadi orang muda dan pernah nakal."...

Gambar
Yamin Dosinaen (Pendiri Oi Adonara)  " Betapa kekerabatan, cinta dan persaudaraan di atas segalanya. Orang muda itu tulang punggung bangsa." Kalimat pendek dan usang ini, memotivasi bapak Yamin Dosinaen , untuk membangun komunitas muda yang hari ini di kenal sebagai Oi (Orang Indonesia)Adonara.  Malam bertabur semilir. Gemercik suara ombak, sesekali menggugah rasa. Senandung ranting dan gugur dedaun kering, mengisi sembang santai para pencinta orang muda di dalam taman Sanggar Sina Riang, kampung Bele, Adonara Timur.  Area yang dulunya terbiar ibarat bekas- kebun tak diurus, kini menjelma menjadi sebuah taman santai sekaligus sentral kegiatan Organisasi Orang Indonesia yang lazim disingkat Oi Adonara.  Angin malam menerpakan hawa dingin.  Sesekali para pencinta orang muda dan kebudayaan ini,  berantrian mengangkat sloki-sloki khas Oi , meneguk tetesan penghangat badan.  Derap rancuh langkah wanita Penggerak pelestarian Budaya, Bunda Vero Ratu