Postingan

"Hobel wati'(bersambung)....IDEN TEBAN TODE WE', MAWA' MAN PAN POLUNG.....(Waya' nore Remang se'e sita sayang)

" Eaaa, oti pa' ura' ka aten hara' mo nore are' Biar wala o..?  Tualahar Ledo Ukel, mete mame ne' ue mal. Nuo doto' kanehing, denger ne' ana' Remang loeng ne'e laleng kelen.  "Pa' kua i amo. Ewin dei wul lala wei rian bahe, sue' ke lering sape bungbuto, bongan ne'e ine ame",   Remang mete ne parhati' edu nia' nobe' ne' ame ne' ning mato. Ne'i nuan de' ne. Rama'-rama' edu waya' me tapang ote ning mato moan ude' sue de' ne.  Remang no' abe mete ria, tubun mete baran ne.  Bele ape ude', loyo no' eha' ne' ame oha' namo ne' rama'-rama' ne.   Ea pa' tualahar no' di mete ne pahang tele ne' ana' remang me, oha' ana' utun wati' ne. Loyo eyeng laleng. Angin woho moleng-moleng. Tebe' iden be Paheng Wa' lolo', Waya' kelen hulu'-hulu'.  Oha' lela wati',  Remang ne' ine ame suo adan dahang re

KASAK KUSUK SENJA

Gambar
Daun- daun rerumputan berlumuran liur dan limbah.  Ulat-ulat buluh rakus, beringas.  Mulutnya tak pernah diam, sepanjang hari dan sepanjang malam.  Suasana pagi di ladang- ladang, tergambar kaku dan pasrah.  Alam kecil itu, hancur lebur sekelip mata. Dedaunan tersisa tulang belulang.  Hijaunya raib oleh ketamakan hama dan predator.  Ahhh.. Mengapa mereka harus datang..? Dari manakah asal mereka. Sekedip mata saja alam hancur tak berdaya.  Langkah kaki ku, merambah semak di pinggir kali mati, yang memanjang di pinggir ladang.  Sesekali aku meringis. Betis dan telapak menoreh darah.  Duri onak liar mengganas. Ahhh.. Hutanku tak ramah lagi.... Sesekali jemari refleks bergerak.  Punggung dan tengkuk di simbah racun-ulat buluh. Gatallll.... Sungguh gatal. Rona dan bintik merah, terbentuk seantero punggungku..aku kalah.  Kaki ku beranjak mundur.  Menghindari bencana di depan mata. Ahhh..cerita dari ladang.. Tak seindah dulu. Terik yang menghantarku pulang ke gubuk. Be

LIKA-LIKU SENJA

Gambar
Lambaian awan jingga bergulung pasrah. Langit- yang membisu. Cebisan senja tlah purna. Bias-bias duka sirna perlahan. Pergi bersama senja-ku. Di sini, di tepian asa.   Buih-buih rindu yang lunglai. Sebentar nampak menari-nari.  Bersama ombak angin selatan. Dan, tinggal sekerat wadas. Diterpa, dirajam, di tepian asa.  Ahhh.. Kalung-kalung sabda sang Maha Wejangan meng-ngiang kuping ku lesu. Jauh selayang pandang. Nelayan bergulat pasrah.  Kais kehidupan kian jauh.  Ke laut yang dalam.  Bertarung, antara niat dan gelombang. Kelumit hidup tersadai,  di tepian asa.  Rona-rona alam meringis.  Rerumputan tunduk pasrah.  Hanya belalang dan kecoak, yang sesekali beringas lemah. Bumi sedang menuliskan. Betapa Sodom menjelma. Gomora terbit lagi. Meski dalam kemasan berkilauan. Manusia memang pelupa. Lupa akan Kasih Sang Maha.  Jamahan Nya di sangkal.  Dan... Cecak Jurasik memamah ganas. Cacing dan anai terp

"Yaa, saya terinspirasi merangkul orang muda, karena saya sadar, saya pernah jadi orang muda dan pernah nakal."...

Gambar
Yamin Dosinaen (Pendiri Oi Adonara)  " Betapa kekerabatan, cinta dan persaudaraan di atas segalanya. Orang muda itu tulang punggung bangsa." Kalimat pendek dan usang ini, memotivasi bapak Yamin Dosinaen , untuk membangun komunitas muda yang hari ini di kenal sebagai Oi (Orang Indonesia)Adonara.  Malam bertabur semilir. Gemercik suara ombak, sesekali menggugah rasa. Senandung ranting dan gugur dedaun kering, mengisi sembang santai para pencinta orang muda di dalam taman Sanggar Sina Riang, kampung Bele, Adonara Timur.  Area yang dulunya terbiar ibarat bekas- kebun tak diurus, kini menjelma menjadi sebuah taman santai sekaligus sentral kegiatan Organisasi Orang Indonesia yang lazim disingkat Oi Adonara.  Angin malam menerpakan hawa dingin.  Sesekali para pencinta orang muda dan kebudayaan ini,  berantrian mengangkat sloki-sloki khas Oi , meneguk tetesan penghangat badan.  Derap rancuh langkah wanita Penggerak pelestarian Budaya, Bunda Vero Ratu

Bulir Padi dan butir-butir pasir di laut

Gambar
Harum kemesraan kian merasuk jiwa.  Kesepian memang menakutkan, bagi rasa-yang tak pernah tuntas menikmati. Bukan kerinduan akan perdebatan mual-mualan. Bukan dambaan akan adu kehebatan konsep dan kemasyuran...... Aku rindu Kasih selembut salju, aku damba Cinta sebening embun.... Padang-padang kedamaian kian kerontang.  Savana yang terbakar bengis. Kasih kita mungkin tak seindah dulu. Cinta tak semanis rasa... Kau dan aku, tertegun pada gambar-gambar waktu. Dan zaman keriangan larut bersama asa tak berujung. Damai itu indah.. ibarat mawar di celah retakan Wadas. Menghias tebing-tebing bisu. Tempat tapak kaki kita terantuk bersama. Tapak-tapak kegirangan kita di musim berkarang. Dan suka-duka kita terukir di karang dan laut biru.   Butir-butir air bening yang mengalir. Menetes di atas bebatuan pantai kita. Mengaliri liuk-liuk rasa ku..dan aku tak rela semua nya berlalu.. Mari saudara ku.. kita buka mata kemanusiaan. Untuk menatap tanah pemberian. Bakal anak dan c

Potret Senja

Gambar
Ruang kosong di tepi tasik, bergumam dan meringis. Binar mentari di ufuk waktu, redup meredam ombak. Namun kisah, kian terukir rancuh,  berantakan. Kulintang dari klintong gamelan, terkuping pasrah. "Senja yang hendak pergi"..ombak membisik syahdu..! Arca-arca tinggal puing dan nama. Sampan nelayan diam membujur. Tenang, damai ditinggal ombak. Dan nelayan melangkah lunglai, kembali ke gubuk kumuhnya.  Disambut bocah-bocah yang saban hari memanggang punggungnya di pelataran lautnya.  Meski halamannya tak lagi ayu,. Sampah plastik dan bangkai pengganti bola dan mainan di bazar.  Cinta selayang pandang.  Bertekuk di bawah khotbah dan wejangan.  Menelan bunyi-bunyian kosong dan melahap iming, janji dan mimpi.  "Dusta tak pernah mati"...sekilas bait pantun sang bocah..! Laut ini kuburku. Lahatnya leluhur dan waktu. Dan semua cerita senja yang pergi. Wanita berkulit gelap dan lebam terpanggang terik.  Menjerit di lorong-lorong kota. Memanggil helai kertas keri

MENGENANG 60 TAHUN, SAYIN TUA' TEDA' BAYAN WA' MIWA'..(Musyawarah Besar Rakyat Semesta Kedang/ MUBESRATA Kedang; Leu wayan, Januari 1961) *catatan pinggir pejuang sendal jepit*

Gambar
Komunitas adat Kedang, merupakan salah satu di antara ratusan etnis kecil di Indonesia.  Hidup dalam budaya egaliter, komunitas ini mendiami wilayah tanah adat Kedang, di sebelah timur Pulau Lembata.  Kampung pemukimannya terletak berjejer melingkari gunung Uyelewun.   Nama gunung Uyelewun sendiri, disadur dari nama Leluhur Uyo Lewun yang menurunkan komunitas asli Kedang.  Nama sebenarnya Uyo Lewun, dilahirkan oleh Lewun Kame, dengan saudara-saudaranya antara lain; Beha' Lewun, Eye' Lewun, Gaya Lewun, Tanah Lewun, Au Lewun, Oka Lewun. Tentang saudara-saudara Uyelewun ini, ada beberapa versi tutur yang mengakui lebih banyak dari itu. Banyak sekali tutur-tutur lama yang menggambarkan kehidupan purba, yang kemudian baru diketahui melalui ritus-ritus dan ritual serta praktek peradaban komunitasnya.  Tutur- tutur sejarah maupun legenda lama, hampir semuanya tidak tertulis sehingga tidak mudah untuk melakukan penelitian ataupun napaktilas yang mendalam dan terukur.  Kendati d