PEMULIHAN MARTABAT EKOLOGI.. "Pemerintah jadi agen dan masyarakat pelakunya.?" Sebuah catatan reflektif fundamental..!!!!

Foto: Puncak Perayaan Paskah, Gereja St Maria Imakulata, Tua' Mado. 

Fajar seakan enggan tersenyum. Pagi mendung, Minggu 9/4/2023, hendak berkisah. Ribuan umat Katholik, berasakan di jalan menuju pusat perayaan PASKAH tahun ini. Seiring mendung, semilir angin menghempas wajah dan tenda di pagi yang pasrah ini.  

Ramalan cuaca dari BMKG mengkhawatirkan. "Kemungkinan" akan ada kondisi alam di beberapa hari ke depan, setara fenomena alam Seroja di beberapa tahun lalu. Meski demikian, lautan manusia di puncak perayaan besar Katholik ini, seakan tak bisa di bendung. 

Pemulihan martabat Ekologi.
Gereja Katholik Keuskupan Larantuka, mengusung tema Aksi Puasa tahun 2023 dengan mengkonsolidasikan kembali, kesadaran manusia akan kelestarian Ekologi.  Umat Allah digugah untuk menyadari betapa kehancuran alam hari ini, adalah tanggungjawab manusia hari ini juga.  Relasi hidup antar manusia dan alam adalah relasi antar subjek.  Manusia sewajarnya memandang alam bukan sebagai objek untuk pemenuhan keinginan semata. Hakekatnya alam sebagai basis Ciptaan yang memiliki nilai keIlahian patut mendapat tempat yang layak dalam pandangan dan pola pikir umat manusia. Lebih dari tiga abad yang lalu, peradaban dunia menyatakan diri memasuki zaman modern.  Modern dalam pola pikir yang tercerahkan. Zaman di mana manusia menganggap dirinya sebagai umat yang beragama, berpengetahuan(ilmu) dan tidak primitif lagi. Namun kenyataannya, jika direfleksikan, pola hidup dan penghidupan manusia di zaman modern justru tidak lebih baik dari pola hidup generasi pada peradaban sebelumnya. Kerusakan lingkungan, kehancuran ekologi, bukan rahasia lagi. Manusia hidup dengan tidak memperhitungkan keberlanjutan alam.  Alam seutuhnya telah menjadi objek pemenuhan keinginan istan tanpa menghiraukan hak-ke-Ilahi-an yang wujud sesuai kodratNya.

"Umat di zaman ini, cenderung membangun gereja dengan batu, bukan dengan hati",  demikian ilustrasi Pater Yance SVD.   Betapa manusia hari ini, sudah semakin jauh dari Allah.  Ungkapan kedekatan manusia dengan alam, sesungguhnya merupakan wujud dari kedekatan pada Iman. Manusia bertanggungjawab mendengarkan tangisan alam dan Ekologinya yang terpuruk semata menjadi objek nafsu dan keserakahan.   Menyatakan diri sebagai umat yang bertakwa kepada Allah nya, mestinya diimbangi dengan penghargaan pada alam sekitar. Umat yang ber-Iman adalah umat yang hidup dengan mengamalkan norma dan etika akan lingkungan.  "Mari membangun gereja dengan hati, bukan dengan batu", demikian Pater Yance menutup khotbahnya.

Catatan Reflektif
Tak dapat disangkal, umat manusia pada umumnya dan masyarakat Lembata khususnya, sedang bingung menentukan pilihan antara kehidupan instan dengan kelestarian Lingkungan dan Ekologi.  Kehendak untuk meninggalkan budaya hidup instan, begitu sukar umpama pecandu rokok melepaskan kebiasaan merokok. Hal ini mudah dipahami dari antusiasme hidup bertani, dengan memilih jalan mudah dan cepat. Sementara animo kepatuhan pada nilai luhur alam, yang cenderung parah tergerus oleh tuntutan keinginan hidup modern.  Kampanye maupun sosialisasi penyadaran publik hanya sebuah anjang diskusi rumor semata.  

"Tuhan tidak akan merubah nasib satu kaum, jika kaum itu tidak berusaha merubahnya sendiri".   Kata-kata bijak ini mengingatkan kita pada janji-janji kita sebagai umat.  Melalui ibadat dan doa-doa, manusia terus membohongi Tuhan nya. Manusia gemar berjanji palsu untuk membaharui hidup selaras alam.  Meski Tuhan tidak menulliskan secara kongkrit bentuk dosa dan hukumannya dalam kitab dan doktrinNya, namun patut disadari bahwa, hidup dengan mengorbankan kelestarian alam, sama halnya, manusia senantiasa berdosa pada PenciptaNya. Refleksi ini, bisa dianggap fundamental. Mungkin tidak mudah diterima. Namun praktek buruk itu, sudah menjadi rahasia umum. Setiap oknum sadar bahwa perlakuannya hari ini tidak selaras dengan kelestarian alam. Namun pada saat yang sama "terpaksa atau dengan tau dan mau, terus menghalalkan tindakannya demi memenuhi keinginan hidup. 

Niat dan semangat radikal pada prinsip dan etika Ekologi, mestinya menjadi pilihan utama, jika individu manusia hendak melakukan idulgensi(bayar dosa) pada alam.  Setiap stacholder wajib mengedepankan semangat "Cinta Ekologi".  Kebijakan publik dan pembangunan mesti menempatkan urusan Ekologi di atas segalanya. Prioritas pembangunan berkelanjutan, belum tentu terwujud jika Pemetintah terus terbuai oleh nafsu dan popularitas politik semata. Banyak hal "instan" yang masuk dalam skema pembangunan. Pemerintah secara sadar telah menempatkan diri sebagai agen penghancuran Ekologi.  Ide dan rencana pembangunan dengan mengorbankan kelestarian lingkungan terus digulirkan.  Rencana Tambang Mineral golongan B, dan pembangunan energi Geothermal(Panas bumi) tetap menghantui hidup masyarakat Lembata. Rencana industri raksasa yang bakal merobek bumi dan menguras isi perut bumi ini, terus dikemas terselubung, selaras dengan niat palsu Pemerintah membangun pulau adat Lembata.  Masyarakat tani justru didukung untuk terus manja dengan herbisida dan pestisida.  Hutan dan laut menjadi anak tiri dalam agenda pemajuan daerah. Kebakaran hutan, dibiarkan menjadi sajian fenomena indah.  Penangkapan ikan dengan pola bom dan penghancuran habitatb dan lingkungan bawah laut, sepertinya terlestari secara terstruktur. Tak ayal lagi, kalau hari ini, Pemerintah dipandang sebagai perpanjangan tangan kapitalis dan terus menjadi Pilatus, yang gemar cuci tangan pada kerusakan Ekologi. Sementara masyarakat(umat) menempatkan diri semata penikmat dan pelaku dosa-dosa terhormat ini. 

Refleksi ini "mungkin" terlambat. Namun langkah penyelamatan ekologi tetap saja menjadi hal yang mendesak.  Gereja dengan segala keterbatasannya terus mengkonsolidasikan kesadaran ekologi. Langkah ini penting didukung Pemerintah dan semua pihak.  Politik ekonomi dan ekonomi politik mestinya memihak pada Ekologi. Dengan demikian, akan terwujud kesadaran hidup umat akan pentingnya kelestarian Ekologi, meski perlahan namun pasti.  Ikrar tahun Ekologi 2023, pada akhirnya bukan sekedar seruan gereja. Bukan doa-doa dan janji-janji palsu kepada Iman. 
 "Sesungguhnya alam ini hanyalah titipan anak cucu kita. Biarlah anak cucu masih memiliki dan mewariskan lagi alam yang damai dan sehat." 

"Sesungguhnya jika pohon terakhir itu kau tebang, sungai terakhir itu telah kering, dan ikan terakhir itu telah kau tangkap maka, Ketahuilah, Manusia tidak bisa hidup hanya dengan Uang".. demikian kata orang-orang bijak.
             (Eman Ubuq/Edisi April 2023).
Selamat Pesta Paskah, untuk semua yang Percaya pada Tuhan Yesus dan mencintai alam ciptaanNya..



 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Senjayangberlari#

...DPRD Lembata, pesiar-pesiar menjelang akhir masa jabatan....