#celoteh preman desa# ORANG KAMPUNG BICARA OLIGARKI EKONOMI DAN KEKUASAAN..."Jangan jauh-jauh cari, cukup amati tabiat oknum tertentu, di dinas Perhubungan Lembata..paham sudah". kata siapa..? "saya yang omong kah, ino..! tanda saya punya muka jelek ini ee.!".####

Episode perjuangan para pengusaha Angkutan Umum Penumpang, hampir memasuki tahap klimaks. Sudah hampir dua tahun, memperjuangkan keadilan usaha dan melawan praktek Oligarki monopoli Pemodal, yang dicurigai adanya matarantai kepentingan cari uang kejut dengan oknum tertentu, di Dinas Perhubungan Kabupaten Lembata. 
Alamaak..kayaknya penulis ke ceplos ngomong neh..! "Silap-silap kena saman oo..!"..dialek melayu Sabah sedikit lah..

* Tabiat doyan uang Kejut
Pengalaman penulis, selama lebih dari satu tahun, meng-advokasi kondisi pertarungan kepentingan hidup antara pengusaha Lokal versus Dinas Perhubungan Kabupaten Lembata, meninggalkan sekian banyak cerita miris yang mungkin menjadi materi sharing di edisi kali ini.  Kemungkinan-kemungkinan, adanya jejaring calo-caloan, mendekati terbukti.  
Tabiat buruk kalangan tertentu pada birokrasi yang memanfaatkan posisi jabatannya untuk cari rejeki sampingan, bukan  rahasia umum lagi. Hampir semua orang kalau diminta berpendapat soal tabiat buruk ini, tentu saja yang terungkap adalah, "yaaa..namanya juga kesempatan to..!" Begitulah cara pandang masyarakat awam, kalau mendengar diskusi tentang birokrasi rasa calo.  Orang kampung memaklumi sebagai hal yang wajar-wajar saja.  Tabiat seperti ini, jadi trend dulu, sebelum Bapak Jokowi jadi Presiden.  Malah jauh sebelumnya, mungkin pernah jadi tradisi kehidupan birokrasi negara ini. Tapi itu dulu.., miris juga di zaman orang pada melek dengan praktek KKN, masih saja ada pengabdi rakyat, yang otaknya masih terkatup kayak bayi prematur.  Kalau masyarakat kampung, ada satu dua, masih rubu-raba, mungkin saja. Itupun soal kapasitas sumber dayanya yang masih kampungan. Apa tidak, handpone androidnya, kebanyakan buat nonton tik tok dan film korea, ketimbang buka google baca aturan.  Nah, lalu bagaimana fenomena Oligarki ini, dipastikan ada dalam tubuh Dinas Perhubungan Lembata...? 

* Simak ceritanya bro..
Jujur saja, kalau penulis pun baru familiar dengan kata Oligarki ini, dari slogan-slogan sahabat juang penulis, antaranya, bung Kanis Soge, Achan Raring dkk, yang akhir-akhir ini getol melawan praktek-praktek Korupsi di Lembata.  Para aktivis yang tergabung dalam ARLB(Aliansi Rakyat Lembata Bersatu)ini, menjadikan penulis paham, apa yang dimaksud dengan oligarki.  Oh ya, rupanya oligarki itu,  aturan kita sendiri atur, nanti putar-putar kita yang diuntungkan, proyek kita-kita juga, bisnis, yang penting kita-kita, harga komoditi juga kita, harga sembako juga kita, nanti bisnis angkutan umum juga kita semua.  Mau bilang apa juga..!Yang pegang kuasa juga kita punya tuh..le.  Lagi pun, pegawe-pegawe yang urus-urus pun kita punya.  "Ra'u abis ka ama..!"  kata orang Lewoleba.   Lalu apa hubungannya dengan tabiat oknum di Dinas Perhubungan Lembata...?   Ceritanya cukup panjang.  Namun penulis omong memang oo; soal tabiat buruk itu, dicurigai oknum tertentu saja.  Tapi pada umumnya, semua di Dinas Perhubungan itu, baik dan amanah. Klarifikasi memang oo..! Maaf pak Kadis..!!

* Fakta-fakta dalam advokasi.
Awalnya, para pengusaha lokal, usaha angkutan penumpang, jurusan Lewoleba Kedang dan Kedang Lewoleba itu, terwadah dalam satu kelompok yang diberi nama ASPAK(Aliansi Pengusaha Angkutan Kedang). Komunitas ini, seakan baru menyadari bahwa; ada tanda-tanda monopoli lahan bisnis yang sedang dilanggengkan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Lembata.  Tanda awal, terbaca skenario mengharamkan tanpa alasan, kendaraan angkutan penumpang jenis Light truck, yang merupakan kendaraan angkutan yang menjadi legenda di Kabupaten Lembata, semenjak tahun 1980-an. Kendaraan Light truck yang sudah sejak awal memiliki plat Tanda Nomor Polisi, warna Kuning,  dibatalkan untuk kembali jadi plat warna hitam. Artinya, tidak sebagai kendaraan angkutan umum lagi, tetapi sebatas kendaraan pribadi, yang hanya bisa di pakai untuk angkut barang-barang pribadi.  Yaa, setelah ditelisik, rupanya orang di Dinas itu, menafsir aturan, ikut mau perutnya saja. Memang sangat ironis,  orang kecil yang sudah memulai usaha dengan kredit di bank dan lembaga keuangan lainnya, tiba-tiba dibatalkan ijin trayeknya.  Pertanyaannya, siapa nanti yang bayar cicilan kreditnya..? Apakah, dinas terkait..? Atau Bupatinya..?   Oh, rupanya ada udang di bale batu.  Sementara kendaraan light truck dibekukan, dan semua pemilik kendaraan mikro bus, milik pengusaha lokal didesak untuk penuhi semua tuntutan administrasi kelengkapan kendaraan, eej9eeh, ada rupanya mikro bus yang baru, milik pemodal dihalalkan beroperasi tanpa ijin trayek. Bukan satu unit bapa , tapi beberapa.  Gawat..bro.  Pengusaha lokal beringas. Terjadi beberapa kali aksi protes, audiens, mediasi, namun memang orang itu putar bale betul lee.
Aksi palang- palang kendaraan yang kerap dilakukan diawal-awal perjuangan, kemudian dinilai tidak relevan. Ianya dipandang, bisa menimbulkan masalah yang lain.  Pada akhirnya diputuskan untuk mulai aksi protes ke Dinas Perhubungan. Bukan sekali, tetapi berkali-kali.  Dinas Perhubungan waktu itu, siap memfasilitasi dan membuka ruang dialog. Yang jadi sorotan penulis disini, adalah, pernyataan Kepala dinas waktu itu( sdh diganti sekarang).  Bahwa sepanjang tahun 2019 itu, telah diberlakukan moratorium, ijin trayek baru di Kabupaten Lembata. Dalam pengertian nya bahwa, selama kondisi melegalkan kendaraan milik Pemodal yang menuai protes itu, keputusan moratoriumnya belum di cabut. Dalam pertemuan dengan Kadis waktu itu, penulis mencari tau, alasan diberlakukan moratorium ijin trayek. Rupanya, ketersediaan kendaraan umum di Kabupaten Lembata, sudah lebih dari kuota sebagaimana ketentuan aturan, sehingga iklim usaha pengangkutan penumpang cenderung asak-asakan.  Alasan yang lain, diberlakukan moratorium Ijin Trayek, adalah sedang dilakukan pola penataan pelayanan angkutan penumpang umum, sebagaimana kehendak Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 dan ditegaskan kembali oleh PERMENHUB nomor 15 tahun 2019.  Sebagaimana ketentuan dalam aturan-aturan tersebut, Pemerintah Daerah wajib membentuk Forum LLAJR, yang mana metode penataan pengangkutan dan kajian-kajian lainnya terkait penataan angkutan umum penumpang, menjadi tugas Forum tersebut. Kira-kira begitu, penjelasan Kadis nya waktu itu. Penulis minta penjelasan Kadis lagi.  Kalau maksud pemberlakuan moratorium dan belum ada keputusan untuk dicabut keputusan tersebut, lau siapa yang mengijinkan kendaraan-kendaraan baru itu beroperasi...? Pak Kadis jawab, itu saya tidak tau, karena saya belum cabut keputusan itu.   Sampai disini penulis bungkus dulu.  Pak Kadis dikejar lagi dengan pernyataan penulis yang lain.  Ko' bisa ya.. Undang-Undang itu diterbitkan tahun 2009, tapi hingga tahun 2019, Pemda belum bisa bentuk Forum LLAJR...? Makin curiga oo.....

* heiii... kau omong banyak, oligarkinya dimana...?
Mari kita telisik benang merah ini.  
Siapapun yang mengikuti selalu, dinamika perjuangan masyarakat kecil, sebagaimana yang dijalani oleh Pengusaha angkutan ini, tentu  akan paham.  Orang kampungan macam penulis ini, paham ko..!  Soalnya mulai dari cara kerja, cara berdiplomasi, dan cara putar-putar kata,  seorang  Kepala seksi di Dinas Perhubungan, ketika bertindak seolah-olah  yang paling tau soal tata kelolah dibidang LLAJ.  Kalau dipelajari gelagatnya, beliau ibarat pengambil keputusan utama di Dinas Perhubungan Lembata.  Staf rasa Kadis.  Oknum yang akrab penulis sapa dengan inisial (AB) ini, rupanya yang mengatasnamakan Kepala Dinas untuk memberikan ijin trayek abal-abal pada beberapa kendaraan baru yang kemudian menuai protes.  Wah, Kadisnya ngaku tidak tahu menahu.  Setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata carikan kertas usang yang disebut sebagai ijin operasi itu, beliau namakan ijin sementara. Nah, sudah mulai ketahuan neh.
Para pengusaha lokal pun, melakukan audiens ke Bupati Lembata.  Pengusaha lokal cuman mau pastikan, apakah aturan yang berlaku di Lembata itu, merujuk pada Undang-Undang atau tidak. Apakah Bupati Lembata, prihatin dengan nasip pengusaha lokal yang semakin terjepit karena monopoli bisnis ini...? Alhasil, Bupati Lembata memerintahkan kepada Dinas Perhubiungan agar semua  kendaraan yang tidak memiliki ijin trayek sah, dilarang beroperasi. Tapi cuman pake ngomong. Bukti perintah secara adminstrasinya tidak ada. 
Jika diuraikan lebih panjang, benang merah kemelut penataan angkutan umum penumpang di Kabupaten Lembata, sebagaimana kisah perjuangan para pengusaha angkutan lokal, dapat di duga kuat adanya upaya monopoli bisnis angkutan oleh kalangan Pemodal yang punya kesiapan mendatangkan puluhan unit kendaraan baru, dengan dukungan oknum di Dinas Perhubungan yang berperan sebagai pencari uang Kejut.  

* Monopoli bisnis angkutan. 
Mari kita bahas dulu, strategi monopoli bisnis, sebelum menyatakan apakah oknum Dinasnya Staf rasa Kadis. 
Bahwa kelayakan jalan umum Lembata, diera tahun 80-an, memang masih jauh dari layak.  Meski jalannya yang buruk, orang-orang lokal pada era itu, sudah berusaha keras mendatangkan kendaraan angkutan umum untuk melayani masyarakat, meskipun jenis cuman light truck. Hingga menjelang tahun 2020, baru mulai ada gairah Pemodal menerokai usaha Angkutan umum Lembata. Toh..setelah jalan-jalan umum mulai naik statusnya ke Jalan propinsi dan jalan Negara.  Artinya, jalannya sudah mulus dan menguasai bisnis yang menjanjikan ini, menjadi target-target Pemodal.  Bisa beli kendaraan baru sebanyak maunya, apalagi kalau ada oknum penyelenggara pelayanan yang gampang di goda sebagai pemulus jalan.  Kenyataannya, kendaraan jenis light truck yang tinggal beberapa itu, harus dibekukan ijin trayeknya, dengan alasan tidak sesuai zamannya lagi.  Dan bagaimana nasib pengusaha angkutan lokal yang jumlahnya sudah mendominasi usaha ini, sekian lama..?  Laah..gara-gara Nafsu Pemodal yang hendak memonopoli lahan bisnis ini, Dinas Perhubungan sanggup bangkrutkan usaha masyarakat lokal. Tidak hanya sebatas itu,  oknum(AB) yang tiap hari mondar mandir urus parkir itu, bertindak seakan sebagai pesuruhan Pemilik Kendaraan(Pemodal).  Surat Ijin trayek sementara, dia tandatangan sendiri, dan kalau dikonfrontir, jawabannya tentu berpihak pada Bos-bos baru nya.  Adapun ceritanya, kalau orang ini (AB), dulunya sebelum ada niat penguasaan lahan oleh Pemodal, sudah berperan sebagai calo-calo pada pengusaha angkutan lokal.  Menurut kesaksian dari pengusaha lokal, beliau kerap bertindak seolah memeras, dengan menjadikan posisinya, sebagai pengurus surat-surat kendaraan.  Yaaah.. sebagaimana kenyataan ada yang di palak cukup mahal, ada yang administrasi kendaraannya lenyap dan yang bersangkutan cenderung mirip Monster di jalanan. 
Mendalami lebih jauh dinamika sembrawut tersebut, penulis mulai sadar.  Oo ya, mungkin semua ini adalah warna dari apa yang disebut Oligarki Kekuasaan dan bisnis.  Tafsirannya sederhana...  
Bahwa semenjak kekuasaan Bupati yang juga Pemodal, hampir semua ruang bisnis dikuasai oleh Pemodal. Hal ini, secara kasat mata orang semua sadar.  Apakah hal ini dapat menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial..?  Benar adanya.  Namun bagaimana masyarakat kecil mau menjerit, kalau anak-anaknya yang duduk di birokrasi, ada yang masih mental abdi pada Kekuasaan. Dan resiko berikutnya adalah,  rakyat jadi hamba di tanah sendiri dan jadi penikmat ketertinggalan.
Resiko ini, sudah dan sedang dirasakan kaum lemah, yang kemarin berani-berani kredit modal untuk beli kembali kendaraan bekas pakai.  Kegairahan ini, muncul karena, masyarakat kecil ini, sedang membaca peluang, kalau jalannya makin baik, apalagi kendaraan bekas sekarang, dijual cukup murah.  Nah.. ramai-ramai lah mereka beli bus-bus bekas itu, dan ramai-ramai dan berusaha mendapatkan legalitas sebagaimana tuntutan aturan, meski kerap di peras oknum (AB) tadi.  Waaao, tanpa disadari, dibelakang sana ada mata yang sedang mengincar lahan ini, dibalik gelapnya kekuasaan yang bernafsu Pemodal juga. Maka terjadilah bencana itu, yang hingga hari ini, masih tetap jadi polemik.

* Episode pembohongan publik.
Sadar ataupun tidak, kekuasaan dan jabatan itu, akan nampak rapuh dan kemomos, dihadapan Uang dan Nafsu. Kerancuhan penataan bisnis pengangkutan di Lembata, makin hari, semakin mengelisahkan pengusaha lokal yang semestinya perlu dibantu.  Apalagi pada situasi Pandemi Covid '19 ini. 
Sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 dan Permenhub nomor 15 tahun 2019, bahwa semua usaha angkutan, legal apabila berada dibawah Badan Usaha, BUMN, BUMD, PT, atau Koperasi. Diharapkan dengan pemberlakuan aturan-aturan ini, usaha angkutan di Lembata dapat diatur dengan mengandalkan keadilan usaha. Agar tidak terjadi tindak monopoli, apalagi karena penyakit Oligarki.  Namun kenyataannya, jauh panggang dari api.  Hasil-hasil keputusan dari sekian kali audiens dengan Bupati Lembata dan Dinas Perhubungan Lembata,  terus menunjukan gejala mati suri. Semestinya penyakit mati suri yang dialami oleh Dinas Perhubungan Lembata ini, harus segera ditangani. Mungkin butuh terapi dari tukang pijit ataupun dari pakar urat.  Yaa..mau harap pada siapa..? Orang kecil ini, cuman bisa sumbang suara pada Pilkada, sementara Pemodal mungkin sumbang sampe diri badannya. 
Ironis memang..! Kuota angkutan umum dalam satu rute trayek itu, diukur berdasarkan analisa kebangkitan Penumpang atau volume pemanfaat jasa angkutan setiap hari. Itu kata Undang-Udang. Lalu atas kajian mana, Dinas Perhubungan menghalalkan bertambah lagi kendaraan baru beroperasi pada jalur yang dari sekian tahun sudah kelebihan kuota angkutan umum..? Eeeeh.mulai nampak sudah kebohongan Dinas Perhubungan Lembata.  Awalnya mewajibkan pengusaha kecil untuk bentuk badan usaha. Berjanji untuk segera bentuk Forum LLAJR, berjanji untuk moratorium, bentuk Organda, dan janji menindak tegas pengusaha yang menjalankan usaha tidak sesuai prosedur. Apa yang terjadi..?  Yang nampak hanyalah, karcis masuk terminal naik drastis, kendaraan ilegal bertambah, dan masyarakat kecil di adu domba. "Hei..bro, kalau ada oto ilegal kamu palang saja".. odeee..memangnya pengusaha itu polantas apa. Atau pegawai Samsat. Atau pegawai yang doyan konstum penuh dengan aksosoris kayak pegawai Dinas Perhubungan...?  Memang birokrasi yang tolol.  
Membaca keadaan yang semakin runyam ini, penulis akhirnya merespon sebuah  Chat di WA grup, para pengusaha yang sedang hangat mendiskusikan keboborokan pengaturan oleh Dinas ini.  Sempat terbaca, rupanya makin bertambah kendaraan baru yang beroperasi secara ilegal. Loh..dulunya membatasi orang lokal untuk tidak pengadaan unit kendaraan baru, sebelum ada kajian yang lebih terukur. Laaa.. kenapa tambah kendaraan Pemodal lagi..? Itupun tidak mengantongi ijin trayek malah..! 
Kita runut skenario ini.  Inilah bagian dari strategi monopoli. Percaya tidak percaya, kendaraan milik pengusaha lokal yang adalah barang bekas pakai itu, sudah diramalkan kapan akan macet dan rusak dan gulung tikar.  Karena dengan pembiaran kondisi ini, pendapatan pengusaha lokal anjlok dan tidak mampu membiayai perbaikan dan sulit mendapatkan alat ganti. Dengan demikian, untuk usaha angkutan Penumpang di Lembata, mungkin dalam dua tahun mendatang, di dominasi oleh orang Bermodal.  Asyiiik.. skenario oligarki..! Bupati Pemodal, menang atas dukungan Pemodal, dan Kadisnya juga, mungkin tim sukses. Maka pegawai enak-enak buat masalah tidak ditindak. Dan bisa saja, pak Kadis Perhubungan Lembata hari ini, juga jago cari uang kejut, "mungkin sj oo"..
Strategi putar-putar aturan di Dinas Perhubungan Lembata, mencerminkan iklim pelayanan birokrasi yang amburadul di kabupaten tertinggal ini.  Besar harapan iklim yang memalukan ini segera diakhiri dengan beralihnya kepemimpinan Birokrasi kepada Wakil Bupati Lembata. Itupun kalau beliau bersih dari krisis oligarki itu.  
Jalan pintas strategi penguasaan potensi usaha, tidak saja pada usaha pengangkutan penumpang, tetapi telah terendus strategi perampasan lahan potensi wisata dan tambang.  Monopoli kepentingan Proyek-proyek pun jadi budaya di Lembata. Oligarki kekuasaan telah sukses menghasilkan sekian banyak dugaan korupsi dan proyek mangkrak.  Namun siapa yang mau protes....?  Apakah para pengusaha angkutan lokal dari Kedang..? Belum tentu..! Jikalau diinventarisir, lebih dari 50 unit kendaraan angkutan umum di Kedang itu, para pendukung yang memenangkan Bupati Lembata periode ini.  Tapi apa tindakan yang beliau lakukan, untuk melindungi usaha rakyat kecil..? Ketika masih hidup saja, tidak. Apalagi sudah almahrum..!  Yaaa.. kita doakan saja arwahnya, beroleh kedamaian Surga.

 Dan hari ini, tanggungjawab ini, kembali di pikul oleh Wakil Bupati bersama Rakyat Lembata.   Harapan besar rakyat Kecil Lembata hari ini, tidak saja keadilan usaha Angkutan Penumpang, tetapi pembebasan rakyat dari ancaman modus Pemodal yang hendak merampas hak-hak rakyat atas area potensi Wisata dan pembebasan rakyat dari penindasan pasar.  Kami butuh harga semabako yang stabil dan harga komoditi yang bermartabat. ...kembali pada cara pandang masing-masing ya..toh..penulis cuman nulis, anda yang baca..!  "Lawan Oligarki"...!
....ubuq..edisi Agustus 2021.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Senjayangberlari#

...DPRD Lembata, pesiar-pesiar menjelang akhir masa jabatan....