Postingan

#celoteh preman desa# ORANG KAMPUNG, BICARA POLITIK,

Gambar
Coretan sederhana ini, dikemas seadanya, sesuai kemampuan ber-bahasa Indonesia kami di kampung-kampung.  Sambil mengisi waktu longgar, di selah-selah kesibukan harian, urus ternak dan kebun, penulis sengaja menyuguhkan sebuah kisah penjajakan atau bisa disebut study banding ala kampungan, semoga bermanfaat bagi yang membacanya...!! Topik buram diatas, menjadi materi diskusi yang tak kunjung usai dibahas.  Di ruang formal, debat kusir di warung kopi, hingga jadi pengganti lauk untuk menghabiskan Tuak( minuman dari pohon lontar) dipondok-pondok pak tani dan pada pesta atau acara kumpul-kumpul ala orang di kampung.  Teringat saja, akan sebuah tulisan seorang tokoh pemikir muda sekaligus politisi Lembata asal Kedang ( maaf tidak sebut nama) menyetil sedikit banyak tentang kewibawaan politik versus kekuasaan dalam kendali Pemodal.  Tulisan ini, hendak mengantar angin berpikir kita, untuk melihat kebelakang, tentang apa yang telah dan sedang terjadi, yang merupakan da

"Bagi Allah, tidak ada yang mustahil"

Gambar
Rabu; 31 September 2022,  in memory... Laju kapal motor, penyeberangan Lewoleba- Boleng,  terseok melewati perairan sepanjang pantai Waijarang.  Pagi ini, seperti biasanya, tugas menuntut ku untuk terus mengarungi lautan seperti biasanya setiap bulan.  Musik klasik ala Iwan fals terdengar sayu, mengiringi pelayaran yang singkat namun melelahkan ini.  Terkesima dengan chat whatshap yang masuk di beranda android tua ku.  Rupanya sebuah foto dikirim oleh anak gadisku yang hari ini, tuntas menggapai cita-citanya. Pancaran kegembiraannya terbaca pasti, dilatari sebuah tulisan besar. Ohh Tuhan ku.. akhirnya hamba Mu yang lemah ini, telah SAH menjawat sebagai Perempuan Advokat.   Mengenang pahit manis perjuangannya, hendak ku abadikan dalam lembaran curahan rasa ini. 
Gambar
            #cek ombak pantai selatan# Memulai dengan petikan pikiran Socrates.  Ahli pikir ini mengatakan;  "Kehidupan tanpa refleksi tidak layak untuk dijalani". Pragmatisme politik kekuasaan, merambah, merambat dan malahan tanpa disadari menggerus peradaban demokrasi ke titik nadir.  Polemik sengketa hasil Pilpres 2024, telah menjadi sajian terbuka, yang mengumbar kerakusan berpikir tanpa batas.  Dengan demikian rakyat jelata(penulis) turut serta mengetahui, mendalami, dan menyimpulkan.  Seperti apa dan mengapa, nilai norma dan etika diacak-acak bak kotak dadu para penjudi.  Aku tersadar, rupanya polemik ini tak berawal dan berakhir di Mahkamah Konstitusi saja, namun merambah setiap sendi perhelatan yang nuansanya merebut/menginginkan kekuasaan politik.  Ternyata feomena kerapuhan moral dan etika dalam perpolitikan Indonesia, lestari dan tumbuh seiring waktu, dari pusat hingga daerah dan sampai ke desa-desa. Perdebatan tanpa penghujung tentang politik dinasti dan dinasti p